FENOMENA AURORA


Fenomena Aurora*)
Ressy Laksmita **)
 

ABSTRAK
Banyak hukum, prinsip, dan teori fisika yang bisa mengungkapkan kejadian-kejadian yang ada disekitar kita. Fenomena aurora menjadi topik pembahasan yang manarik karena warna-warna yang dihasilkan sangat indah dan beragam warna yang tercipta. Masyarakat di seluruh dunia mengetahui bahwa aurora hanya tampak pada kutub utara dan kutub selatan bumi saja. Penampakan aurora pada kutub-kutub bumi ini sangatlah indah dengan warna-warna yang menakjubkan. Fenomena unik yang seringkali terjadi pada langit malam yang gelap tiba-tiba menjadi terang benderang di belahan bumi utara terutama Alaska dianggap sebagian orang sebagai peristiwa yang mengandung unsur-unsur kepercayaan kuno. Namun yang harus dipahami dari fenomena ini adalah fenomena pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari (angin matahari).

Kata kunci : Fenomena Aurora, konsep fisika

PENDAHULUAN
*) Diseminarkan pada mata kuliah Seminar Fisika pada tanggal 08 Juni 2017
**) Mahasiswa Pendidikan Fisika NIM 06111181320024
Ilmu pengetahuan khususnya fisika setiap waktunya dapat mengalami perubahan baik itu dengan adanya teori baru maupun revisi dari teori yang sudah ada. Adanya revisi tersebut menandakan teori yang sebelumnya memiliki beberapa kelemahan yang harus diperbaiki oleh teori selanjutnya. Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta. Banyak hukum, prinsip, dan teori fisika yang bisa mengungkapkan kejadian-kejadian yang ada disekitar kita. Pada kehidupan di bumi ini banyak terjadi fenomena-fenomena alam yang menakjubkan dan membuat kagum orang-orang yang melihatnya, seperti halnya fenomena aurora yang sering telihat di daerah bagian kutub-kutub bumi. Aurora merupakan pancaran cahaya yang berwarna yang terdapat diatas cakrawala daerah yang berada di lintang tinggi
 




yang terjadi karena adanya pembelokan arah angin matahari oleh medan magnet bumi ke daerah kutub dan terjadi reaksi dengan partikel molekul di atmosfer.  Warna-warna yang dihasilkan disebabkan oleh benturan partikel dan molekul atau atom yang berbeda.
Secara umum terdapat dua jenis gas utama penyusun lapisan atmosfer bumi yang paling mempengaruhi pembentukan cahaya aurora seperti oksigen dan nitrogen.  Gas oksigen akan menghasilkan warna utama aurora yakni hijau dan kuning yang paling sering muncul dengan panjang gelombang 557 nanometer, dan warna merah dengan panjang gelombang 630 nanometer namun frekuensi kemunculannya sangat jarang. Gas nitrogen akan menghasilkan warna biru muda dan pada konsentrasi normal akan menyebabkan warna aurora menjadi merah keunguan.
Menurut Albert Einstein (Duran, 2015) sang legenda ilmu fisika pernah membuktikan bahwa segala bentuk energi di alam semesta adalah bersifat konstan. Artinya, energi tidak bisa diciptakan atau dihancurkan. Fisika yang berhubungan dengan materi dan energi, dengan hukum-hukum yang mengatur gerakan partikel dan gelombang, dengan interaksi antar partikel, dan dengan sifat-sifat molekul, atom dan inti atom, dan dengan sistem-sistem berskala lebih besar seperti gas, zat cair, dan zat padat. Beberapa orang menganggap fisika sebagai sains atau ilmu pengetahuan paling fundamental karena merupakan dasar dari semua bidang sains yang lain (Tipler, 1998: 1).
Di bumi aurora terjadi di daerah sekitar kutub utara dan kutub selatan magnetiknya. Hal ini terjadi karena adanya peranan medan magnet yang besar pada daerah poros magnetik planet bumi. Fenomena aurora ini terkait dengan selubung medan magnet atau manetosfer bumi dan aktivitas kemunculan bahaya dari matahari. Rasa kagum terhadap keindahan aurora bukan tanpa alasan, kemilau cahaya berwarna warni berpedar di cakrawala sehingga membuat wilayah kutub yang gelap menjadi layaknya fajar.



TINJAUAN PUSTAKA
Proses Terjadinya Aurora
Aurora adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari atau angin surya, (www.wikipedia.com). Angin matahari adalah aliran elektron dan proton yang terlepas dari matahari akibat tingginya energi kinetik yang dimiliki kedua partikel serta suhu matahari. Cahaya yang tecipta di udara yang disebabkan oleh atom-atom dan molekul yang bertumbukan dengan partikel yang bermuatan, terutama electron dan proton yang berasal dari matahari. Partikel-partikel itu terlempar dari matahari dengan kecepatan lebih dari 500 mil/detik dan terhisap oleh medan magnet bumi di sekitar kutub utara dan kutub selatan.
Aliran partikel-partikel angin matahari ini terperangkap di medan magnetik bumi, beberapa dari partikel-partikel ini mengarah ke kutub bumi dengan kecepatan yang terus bertambah. Benturan antara partikel-partikel ini dan atom-atom yang terdapat dalam atmosfer bumi melepaskan energi yang menyebabkan terbentuknya aurora dikutub bumi yang Nampak seperti lingkaran besar yang mengelilingi kutub. Oleh karena itu, aurora lebih sering muncul dan bersinar lebih terang ketika matahari sedang aktif-aktifnya mengelurkan Corona Mass Ejection yang menyebabkan meningkatnya intensitas dari angin matahari. Energi yang dilepaskan pada saat partikel tersebut bertumbukan dapat dilihat secara visual melalui warna cahaya yang berbeda-beda. Warna yang terlihat tergantung pada ketinggian dan jenis molekul yang bereaksi dengan proton dan elektron.
Atmosfer bumi adalah campuran gas yang secara kimia-fisika relatif homogen pada setiap stratanya, yang membungkus permukaan bumi, dan tetap bertahan karena gravitasi bumi, (Hermana dan Assomadi). Dibandingkan dengan diameter bumi (sekitar 12.000 km), atmosfer merupakan lapisan tipis (ketebalan 200-500 km) larutan udara sangat mudah dikompresi maupun diekspansi, dan mengelilingi bumi. Karena pengaruh gravitasi bumi, maka sebagian besar gas-gas penyusun atmosfer terkompresi di bagian bawah dekat permukaan bumi. Makin jauh jarak dari permukaan bumi, maka makin renggang struktur gas-gas penyusun atmosfer, sehingga densitas dan tekanan udara akan semakin rendah.
Pada ketinggian di atas 300 km partikel angin matahari akan bertumbukan dengan atom-atom hidrogen sehingga terbentuk warna aurora kemerah-merahan. Semakin turun, yakni pada ketinggian 140 km partikel angin matahari berinteraksi dengan atom oksigen yang membentuk cahaya aurora berwarna biru atau ungu. Sementara itu pada ketinggian 100 km proton dan elektron  bersinggungan dengan atom oksigen dan nitrogen sehingga aurora tervisualisasikan dengan warna hijau dan merah muda. Terdapat tujuh proses terjadinya aurora di kutub sebagai berikut:
1.      Adanya daerah dengan medan magnetik tinggi di suatu planet, dalam hal ini terdapat di sekitar wilayah kutub utara dan selatan bumi.
2.      Terdapat angin Matahari yang merupakan suatu aliran bermuatan yang terpancar dari Korona atau bagian terluar dari  bagian matahari. Angin surya ini di penuhi dengan proton yang mampu terlepas karena adanya bagian yang sangat panas pada Matahari yang dikenal dengan nama Sunspot. Bintik Matahari adalah nama lain dari Sunspot yang terbentuk karena adanya aliran konveksi dari pusat Matahari tempat terjadinya reaksi termonuklir dan mengalir menuju permukaan korona.
3.      Tingginya intensitas aliran konveksi tersebut menyebabkan munculnya bagian lebih gelap dan bersuhu lebih dingin sehingga pada bagian sekitar area gelap itu suhunya meningkat. Tekanan arus yang terjadi terus menerus membuat Sunspot jebol sehingga terbentuk flare atau lidah api dan melepaskan partikel bermuatan yang dikenal dengan angin surya atau jika ukurannya besar dapat menjadi badai matahari.
4.      Matahari memiliki siklus dimana jumlah bintik pada permukaannya semakin banyak dan hal itu rata-rata terjadi setiap sebelas tahun. Pada kondisi ini jumlah partikel bermuatan yang dilepaskan semakin besar sehingga dapat memicu terjadinya badai matahari yang akan mempengaruhi aktivitas manusia di bumi seperti terganggunya sinyal satelit dan telekomunikasi serta jaringan listrik.
5.      Kecepatan lontaran angin matahari yang berbentuk plasma itu berkisar antara 20 km/detik hingga 2000 km perdetik namun kecepatan rata-rata berada pada angka 350 km/detik. Sehingga perlu waktu 1 hingga 3 hari untuk mencapai bumi. Energi yang dilepaskan dari semburan korona itu sangatlah besar yaitu  Joule untuk sekali lontaran.
6.      Setelah energi bermuatan dari matahari tersebut sampai ke bumi lantas langsung berinteraksi dengan partikel-partikel atmosfer bumi, kemudian saat mendekati pusat magnetik yang berada di wilayah kutub sehingga terjadi eksitasi-relaksasi dari elektron dan menyebabkan terbentuknya pedaran warna yang indah yang dikenal dengan aurora.
7.      Aurora dapat menjadi indikator yang mengukur intensitas angin matahari yang mana jika aurora muncul lebih lama dan bercahaya lebih terang dari biasanya itu artinya semakin kuat gangguan energi dari matahari dan hal ini sering terjadi ketika aktifikas matahari berada pada puncaknya yang terjadi setiap 11 tahun sekali. Selain itu terdapat juga gangguan lanjutan pada medan kutub bumi, yang sering disebut Badai Magnet (Magnetic Strom), sehingga bisa memicu perubahan medan magnet secara mendadak.
Medan magnet bumi yang tiba-tiba berubah itu menyebabkan jumlah partikel pada unsur-unsur geosfer seperti lapisan ionosfer meningkat drastis, selain itu aurora juga bisa terbentuk oval dan simetris apabila terjadi fenomena lanjutan pada magnetosfer bumi, kejadian ini sering disebut dengan Magnetic Sub Strom. Sebenarnya banyak ilmuwan yang sudah menduga fenomena tersebut sejak lama, namun baru bisa dibuktikan kebenaran teori ini pada tahun 2001 melalui serangkaian penelitian dan pengamatan yang dilakukan Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA).
Jenis Aurora
Aurora muncul dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda, begitupun dengan penampakannya yang berubah-ubah. Tahap yang paling indah untuk melihat aurora terjadi pada tengah malam. Aurora juga membentuk pita-pita cahaya dengan berbagai warna, biasanya berwarna hijau, kuning, biru, atau merah tua. Warna-warna yang dihasilkan disebabkan benturan partikel dan molekul atau atom yang berbeda. Warna yang terlihat bergantung pada ketinggian dan jenis molekul yang ada di atmosfer. Elektron berenergi tinggi dan proton bergerak menuju ke bawah menuju medan magnet bumi dan bertumbukan di atmosfer yang kebanyakan mengandung atom-atom oksigen dan nitrogen. Hasil dari tumbukan tersebut atom-atom dan molekul-molekul yang ada di atmosfer tereksitasi ke ketinggian energy yang lebih tinggi. Warna-warna yang kita lihat tergantung pada pada gas di atmosfer yang bertumbukan dengan partikel bermuatan yang dibawa oleh angina matahari.
Aurora terjadi di daerah di sekitar Kutub Utara dan Kutub Selatan. Daerah kutub memiliki medan magnetik yang cukup kuat sehingga dapat memunculkan aurora. Aurora yang terjadi di daerah sebelah Utara dikenal dengan nama Aurora Borealis, yang dinamai bersempena Dewi Fajar Rom Aurora, dan nama Yunani untuk angin Utara, Boreas. Ini karena di Eropa ia kerap dilihat kemerah-merahan di ufuk utara seolah-olah matahari akan terbit dari arah tersebut. Aurora Boreialis selalu terjadi di antara bulan September, Oktober, Maret dan April. Aurora di sebelah Selatan dikenal dengan nama Aurora Australis. Berikut penjelasan aurora Borealis dan aurora Australis.
1.      Aurora Borealis
Gambar 1. Aurora Borealis (Sumber: stuffpoint.com)

Aurora ini juga sering disebut cahaya utara. Nama Borealis sendiri berasal dari Boreas yang merupakan bahasa Yunani untuk angin utara. Secara keseluruhan, hampir tidak ada bedanya dengan Aurora Australis. Perbedaan hanya terletak pada lokasi terjadinya Aurora. Aurora Borealis hanya dapat dilihat pada wilayah Lingkaran Arktik, disebelah utara Kanada, Alaska, Rusia, dan Skandinavia.
Pada belahan bumi bagian utara, Aurora Borealis seringkali terlihat dengan warna kemerahan. Aurora Borealis biasanya terlihat pada waktu tertentu antara bulan September dan Oktober, dan juga antara bulan Maret dan April.
2.      Aurora Australis
Gambar 2. Aurora Australis (Sumber: auroraaustralistasmania.org)
Aurora ini hanya terlihat di kutub selatan, sehingga sering pula disebut cahaya selatan. Aurora ini terlihat di tempat yang sangat tinggi, namun bila dilihat dari kejauhan akan tampak seperti berada di garis cakrawala.
Cahaya di Aurora Australis ini biasanya berwana hijau, terkadang kemerahan atau merah pudar seolah-olah matahari sedang terbit. Pada pendaran cahaya tersebut, terkadang tampak adanya garis-garis cahaya medan magnet, nyaris terrlihat seperti tirai cahaya raksasa yang indah. Aurora yang indah ini bisa dilihat dari beberapa tempat, khususnya bagian selatan bumi. Wilayah-wilayah yang bisa menikmati Aurora ini adalah Antartika, Amerika Selatan, New Zealand, dan Australia. Aurora autralis paling jarang terlihat karena aurora ini biasanya justru terlihat terang di daerah yang jarang penduduknya. Aurora australis biasanya sering terlihat di Australia pada siklus 11 tahun aktivitas titik matahari. Titik-titik matahari maksimum berlangsung pada tahun 2000.


Aurora di Planet Mars dan Planet Saturnus
Kemunculan aurora-aurora di Mars sepanjang tahun berhasil direkam wahana Mars Express milik badan antariksa Eropa yang kini mengorbit planet tersebut. Tim peneliti dari Perancis berhasil mengamati sembilan aurora di atmosfer Mars dan menyusunnya dalam satu peta. Cahaya-cahaya tersebut tampak dengan warna antara hijau hingga ungu. Seperti halnya aurora yang terbentuk di atmosfer bumi, cahaya tersebut pada dasarnya ultraviolet yang terbentuk saat partikel-partikel bermuatan listrik dari Matahari bereaksi karena pengaruh medan magnet planet tersebut. Cahaya aurora pun terlihat di Planet Saturnus. Wahana ruang angkasa Cassini berhasil merekam fenomena yang langka tersebut saat melintas dekat planet raksasa tersebut. Cahaya aurora yang direkam oleh Cassini terjadi di atas salah satu kutub Saturnus. Namun, aurora yang terjadi di Saturnus mengejutkan para ilmuan di badan antariksa AS (NASA) karena sangat luas. Aurora ini berbeda, aurora ini melingkupi wilayah yang sangat luas sepanjang kutub. Rekaman inframerah yang dibuat Cassini menunjukkan aurora tersebut mengalami perubahan yang konstan. Rata-rata muncul dengan periode selama 45 menit sebelum akhirnya hilang.

PEMBAHASAN
Hubungan Medan Magnet dengan Fenomena Aurora
Medan magnet bumi merupakan salah satu tanda kebesaran sang pencipta yang belum sepenuhnya terungkap dan dijelaskan secara rinci. Medan magnet bumi bersumber dari dalam bumi dan medan magnet ini berubah terhadap waktu. Dalam teori magnetohidrodinamik yang dikemukakan oleh W.M. Elasasser dan E.C. Bullard, dinyatakan bahwa di dalam inti bumi terdapat aliran fluida yang terionisasi sehingga menimbulkan aksi dinamo oleh dirinya sendiri (Self-exiting dynamo action) yang dapat menimbulkan medan magnet bumi. Pada geofisika, teori dinamo merupakan teori yang mengusulkan mekanisme penghasilan medan magnet oleh Bumi, planet lain, atau bintang. Medan magnetik bumi disebut juga medan geomagnetik yang berarti medan magnetik yang menjangkau dari bagian dalam bumi hingga ke batas di mana medan magnet bertemu angin matahari. Anton Winarko dan Anwar Santoso (2016) menyatakan bahwa angin matahari (solar wind) adalah partikel bermuatan yang sebagian besar terdiri dari proton dan elektron bebas (plasma) dengan energi sekitar 1 keV, yang mengalir keluar dari matahari ke segala arah.
 Aurora terjadi disebabkan oleh angin matahari, aliran plasma atau partikel atom bermuatan listrik yang membawa medan magnet matahari dan berinteraksi dengan medan magnet bumi. Aurora merupakan pancaran cahaya pada langit daerah lintang tinggi, sebagai akibat atas pembelokan partikel angin matahari oleh magnetosfer ke arah kutub, serta adanya reaksi dengan molekul-molekul atmosfer.
Kemagnetan di bumi adalah kemunculan aurora di daerah kutub. Misalkan sebuah muatan dengan kecepatan tertentu masuk ke dalam daerah yang mengandung medan magnet dengan sudut yang tidak tegak lurus dengan medan magnet. Bentuk lintasan partikel berubah menjadi spiral. Bumi memiliki medan magnet dengan arah keluar dari kutub selatan (kutub utara geografi bumi) dan masuk di utara (kutub selatan geografi bumi) . Hal ini dapat dilihat sistematis induksi magnetik, yaitu:
Gambar 3: Kaidah tangan kanan
 
Arah induksi magnetik yang ditimbulkan oleh penghantar lurus berarus ditentukan berdasarkan kaidah tangan kanan dengan penghantar lurus berarus dengan tangan kanan sedemikian rupa sehingga ibu jari sebagai arah arus,  maka arah lengkungan keempat jari lainnya menyatakan arah induksi magnetik. Hal ini lah yang menjelaskan bila partikel bermuatan dari luar angkasa masuk ke bumi dengan sudut tertentu, maka partikel tersebut akan bergerak dan melintasi menuju ke arah kutub bumi. Selama bergerak dalam lintasan spiral, partikel memiliki percepatan sehingga memancarkan gelombang elektromagnetik. Saat mendekati kutub bumi, konsentrasi partikel besar dan gelombang elektromagnetik sangat besar sehingga dapat diamati di langit kutub bumi.
Gambar 4: terbentuknya sunspot
Sumber: UIO Oslo university
Matahari, atau Bintang merah yang menjadi pusat orbit planet-planet wilayah tatasurya ternyata hanyalah satu diantara milyaran bintang lainnya di galaksi bimasakti. Pada inti pusatnya, ia memiliki suhu 14 juta kelvin dengan tekanan 100 milyar kali lipat tekanan atmosfer di bumi. Cahaya yang dipancarkan matahari berasal dari reaksi fusi termonuklir yang terjadi pada inti bintang. Secara konveksi, energi hasil reaksi fusi tersebut dialirkan ke permukaan. Dari aliran konveksi tersebut, tercipta medan magnet yang sangat kuat di permukaan matahari. Daerah-daerah medan magnet tersebut relatif gelap (lebih dingin) dari pada sekitarnya, sehingga ia dinamakan bintik matahari atau sunspot. Menurut Pak Ma’rufin, sunspot ini dianggap sebagai bendungan pasir pada arus air yang liar, ketika kekuatannya sudah tak sanggup lagi menahan tekanan arus, maka ia akan ‘jebol’. ‘Jebol’nya sunspot ini akan memuntahkan kandungan energi yang disalurkan sebagai arus proton atau elektron. Energi yang dilontaran keluar matahari tersebutlah  yang disebut sebagai angin matahari. Jika dengan intensitas yang besar maka dinamakan badai matahari.
Proses terjadinya angin matahari dimulai dengan terbentuknya sunspot yang menciptakan medan magnet, karena kekuatan sudah tak sanggup lagi menahan tekanan arus, maka ia akan ‘jebol’. Jebol nya sunspot ini akan memuntahkan kandungan energi yang disalurkan sebagai arus proton atau elektron.
Perjalanan angin matahari menuju bumi, dapat ditempuh selama 18 jam hingga 2 hari perjalanan antariksa. Ketika melewati Merkurius dan Venus, angin matahari akan langsung begitu saja menerpa atmosfernya, sehingga planet tersebut mengalami peningkatan suhu yang luar biasa akibat dari terpaan aliran proton dan elektron yang dibawanya. Namun demikian, lain halnya ketika angin matahari itu menghantam bumi.
Bumi bagaikan magnet yang berukuran sangat besar, dengan kutub-kutub magnetnya hampir berdekatan dengan kutub geografis bumi. Sehingga bumi ini dilapisi oleh medan magnet (magnetosfer) yang berbentuk sebuah perisai yang mirip dengan buah apel, dimana bumi berada pada inti buahnya dan magnetosfer berada pada kulit buah apel. Magnetosfer ini terdiri dari beberapa lapisan dengan lapisan terbawahnya dan sabuk radiasi van allen yang berada di sekitar ekuator (khatulistuwa). Layaknya sebuah perisai, magnetosfer dan sabuk van allen melindungi bumi dari terpaan partikel angin matahari.
Gambar 5:Angin matahari ditunjukkan pada garis kuning sedang medan magnet bumi ditunjukkan pada garis biru.
Ketika angin matahari menerpa magnetosfer, partikel-partikel angin matahari dibelokkan dan tertarik menuju kutub medan magnet bumi. Semakin tinggi energi partikel, maka semakin dalam lapisan magnetosfer yang berhasil ditembus olehnya. Aliran partikel yang tertarik ke kutub medan magnet bumi akan bertumbukan dengan atom-atom yang ada di atmosfer. Energi yang dilepaskan akibat reaksi dari proton dan elektron yang bersinggungan dengan atom-atom di atmosfer, dapat dilihat secara visual melalui pendar cahaya yang berwarna-warni di langit, atau yang kita kenal sebagai Aurora. Di kutub utara bumi, aurora ini disebut sebagai aurora borealis, dan di kutub selatan, disebut sebagai aurora australis.
Gambar 6: Interaksi antara angin matahari dengan medan magnet bumi. Sebagian partikel-partikel matahari tertarik menuju kutub.
Reaksi antara partikel angin matahari dengan atmosfer bumi, menghasilkan berbagai macam warna pada aurora. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh jenis atom yang berinteraksi dengan proton dan elektron, mengingat pada ketinggian-ketinggian tertentu jenis atom penyusun atmosfer tidaklah sama. Pada ketinggian di atas 300 km, partikel angin matahari akan bertumbukan dengan atom-atom hidrogen sehingga terbentuk warna aurora kemerah-merahan. Semakin turun, yakni pada ketinggian 140 km, partikel angin matahari bereaksi dengan atom oksigen yang membentuk cahaya aurora berwarna biru atau ungu. Sementara itu, pada ketinggian 100 km proton dan elektron bersinggungan dengan atom oksigen dan nitrogen sehingga aurora tervisualisasikan dengan warna hijau dan merah muda.
Gambar 7: Cahaya Aurora yang berwarna warni mengandung arti ketinggian.
Ketika aktivitas matahari dalam keadaan stabil, maka frekuensi terbentuknya aurora lebih sering pada bulan-bulan ekuinoks (ekuinoks musim semi jatuh pada tanggal 23 Maret, dan ekuinoks musim gugur adalah tanggal 21 September). Namun demikian ketika aktivitas matahari sedang meningkat atau dengan kata lain intensitas angin matahari tinggi, maka cahaya aurora pun akan terbentuk semakin terang.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1.    Fenomena aurora berkaitan erat dengan daya tarik medan magnet bumi yang tinggi, yang terjadi di kutub-kutub bumi.
2.    Penampakan aurora terjadi tidak sama antara satu tempat dengan daerah lainnya, hal ini karena dipengaruhi oleh factor-faktor tertentu, seperti lokasi, cuaca, dan katinggian suatu tempat.
3.    Cahaya aurora dipengaruhi oleh dua macam gas utama, yaitu gas oksigen dan ges nitrogen.

DAFTAR PUSTAKA
Hermana dan Assomadi. Atmosfer Sains dan Fenomena. Diakses pada tanggal 17 Mei 2017.

Tipler, P. A. (1998). Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.

Wikipedia (2017). Aurora. Diakses pada tanggal 17 Mei 2017.

Winarko, A. dan Anwar Santoso. 2016. Pengaruh Orientasi Medan Magnet Antarplanet Pada Gangguan Geomagnet Di Lintang Rendah (The Effect Of Interplanetary Magnetic Field Orientation On Low Latitude Geomagnetic Disturbances). Jurnal Sains Dirgantara 13 (2): 73-86.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Elektronika Dasar-Tapis Pelewat Rendah dan Tinggi

RPP GLB dan GLBB Kurikulum 2013

Bersin